Menyiasati Rendahnya Harga Dasar Gabah Dikalangan Petani

Yudi Anto

Abstract


Akhir-akhir ini beras jadi primadona lagi. Harga padi yang semula membaik, anjlok tanpa sebab yang jelas. Beberapa pendapat menuding beras impor sebagai penyebabnya. Peran Bulog pun ikut dipertanyakan. Sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah masih juga belum bisa mendongkrak harga beras. Apa yang terjadi?

Saat orang ramai-ramai mengkambing hitamkan beras impor, sejumlah pemerhati malah membedah kebijakan beras yang berlaku. Mereka yang tergabung dalam Tim Himpunan Alumni IPB mempertanyakan arah kebijakan beras yang dianggap membingungkan.

Seperti diketahui Orde Baru membangun sistem perberasan dengan 5 unsur. "Yaitu menetapkan harga dasar gabah, memberikan fasilitas KUT, melakukan pembelian gabah oleh Bulog, mengendalikan impor melalui monopoli impor oleh Bulog, dan melakukan manajemen stok oleh Bulog," jelas Dr. Bayu Krisnamurti.

Ironisnya, "Kerangka kebijakan pangan kabinet hari ini masih menggunakan cara lama, baik semangat, karakter, dan platform-nya," ujar Dr. Bustanul Arifin. Padahal banyak hal yang sudah tidak selaras, tetapi masih juga diteruskan.

Misalnya, pemerintah terlalu tergantung pada Bulog. "Padahal kita tahu monopoli beras tidak lagi dipegang oleh Bulog," tutur Bustanul. Jika dahulu Bulog mendapat dana dari KLBI sekitar Rp400 milyar Rp600-milyar, kini sudah tak ada lagi. Alhasil gabah menumpuk dan harga gabah masih anjlok.


Keywords


beras;harga;kebijakan;pasar;bulog; gabah;pemerintah

Full Text:

PDF

Refbacks





slot scatter hitam

Biospektrum Jurnal Biologi Indexed by